Adalah perginya seseorang dari
tempat asal dimana dia tumbuh besar ke wilayah lain untuk menjalani kehidupan
atau mencari pengalaman. Merantau seperti sudah menjadi tradisi di kalangan
masyarakat Indonesia, tidak terhalang umur maupun jenis kelamin bagi mereka
yang sudah siap untuk mengadu nasib di tanah orang. Kalau ada banyak cerita tentang merantau atau
bahkan sudah ada filmnya di layar lebar, maka inilah “Merantau” versiku.
Sekilas tentang saya (bagi yang belum kenal), nama saya Loresti. Saya salah satu manusia bumi yang berjenis kelamin perempuan dengan perawakan tubuh yang terbilang kecil namun punya semangat hidup yang besar. Insya Allah. Di pergantian usia ke 21, saya menyandang gelar baru dengan lulus kuliah di suatu perguruan tinggi di Jakarta. Kemudian sama seperti anak muda seusiaku, setelah lulus kuliah aku berencana
untuk langsung melamar pekerjaan.
Namun setelah wisuda aku harus mengurungkan niatku untuk langsung menaruh lamaran kerja, karena harus memenuhi keinginan mamaku untuk ikut mudik ke Ngawi, Jawa Timur dalam rangka mengunjungi nenekku. Tiga hari sudah aku dan keluargaku tinggal
di kampung halaman mama (rumah nenek) dan kami memutuskan untuk segera pulang mengingat adikku tidak
bisa izin sekolah lebih lama lagi. Keesokan harinya setelah sampai di rumah, aku pun langsung membuka netbookku dan mulai membuat surat lamaran kerja. Mengingat teman-temanku sudah start duluan maka akupun bergegas. Selain surat lamaran aku juga membuat daftar riwayat hidup (CV terbaru) serta menyiapkan fotocopy berkas-berkas
sebagai pelengkap lamaran kerjaku. Sesuai dengan jurusan kuliahku, aku melamar
sebagai teknisi gigi di beberapa lab gigi di Jakarta.
Saat mengurus kelengkapan berkas
surat lamaran kerja, aku mendapat kabar dari dosen kampus dan teman-temanku
seputar di bukanya pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2013. Pada
awalnya aku tidak berminat mendaftar menjadi CPNS. Aku teringat kata-kata
seorang guruku saat di bangku sekolah dulu, beliau berkata, “Jangan mau jadi
pegawai negeri, tidak enak terikat
Negara, lebih baik jadi pengusaha saja, bebas dan lebih banyak uangnya.” Maka
ketika teman-temanku menyiapkan berkas untuk pendaftaran CPNS, aku tidak
ikut-ikutan, aku lebih fokus melamar kerja di lab gigi swasta.
Seminggu sudah waktu berlalu dari
hari besarku itu (wisuda), aku belum menaruh lamaran dimana-mana. Kemudian dari
kampus menawarkan lowongan kerja untuk di salah satu lab milik alumni.
Bersamaan dengan itu, akupun segera membuat beberapa rangkap lamaran kerja.
Satu rangkap aku peruntuhkan untuk lab yang ditawarkan oleh kampus dan beberapa
rangkap yang lain aku sebarkan melalui
temanku yang juga ingin pergi menaruh lamaran di lab-lab. Aku dan teman-teman yang
tertarik ingin melamar di lab milik alumni tadi langsung mencoba melamar di
sana. Salah satu dosen kami menganjurkan untuk menaruh lamaran langsung disana
yang artinya tidak diwakilkan. Kamipun sama-sama berangkat ke sana. Kami naik
motor beriringan sambil mencari alamat lab tersebut. Sesampainya kami langsung
disambut oleh pemilik lab tersebut yakni alumni/senior kami.
Beliau langsung mengajak kami
bicara seputar pekerjaan. Beliau memberi kami kesempatan untuk bertanya,
terutama soal hari/jam kerja, banyaknya pekerjaan dan jarak tempuh rumah kami
ke labnya. Setelah itu, kami langsung dites oleh beliau, semacam tes interview
tertulis. Ada soal tentang kepribadian, tes gambar gigi, dan soal peminatan bidang
gigi. Kamipun mengerjakannya hingga batas waktu yang ditentukan. Kemudian kami
pamit pulang. Sebelum pulang bapak itu berpesan untuk tes kedua akan diadakan
minggu depan, mungkin bapak ini memberi kami kesempatan untuk berfikir dari
perbincangan diawal tadi.
Keluar dari kompleks perumahan
bapak tadi, kami memutuskan untuk makan siang bersama terlebih dahulu. Pada
saat makan sekilas kami membahas masalah lab tadi, apakah akan meneruskan datang
di tes kedua atau mundur. Aku belum memberi keputusan saat itu karena aku harus
berdiskusi dengan mama papaku. Ternyata
mama papaku tidak menyetujui aku bekerja di sana karena jauh dari rumah. Mama papaku
juga tidak mengizinkan bila aku harus kost di sana. Mama papaku malah
menyarankan aku untuk ikut pendaftaran CPNS dan menyuruh aku segera menyiapkan
berkas-berkas pendaftarannya. Oleh karena itu, aku berniat mundur baik-baik
dengan memohon maaf kepada bapak pemilik lab tersebut via telepon di hari tes
kedua berlangsung.
Seperti yang diperintahkan mama
papaku, keesokan harinya aku mengurus berkas syarat-syarat CPNS. Waktuku terasa
begitu singkat karena harus mondar-mandir mengurus berkas. Yang parahnya KTP
dan KK ku juga bermasalah, ini yang menambah lebih banyaknya waktu dan tempat
yang harus dikunjungi. Mendekati hari tes kedua di lab milik alumni kemarin,
aku mendapat telp panggilan interview dari lab lain yang lokasinya lebih dekat
dari rumah. Setelah aku bertanya pada mama, mama mengizinkan aku untuk ikut
interview di sana. Ternyata tidak hanya aku, ketiga teman kuliahku yang
sama-sama menaruh lamaran di lab ini juga dipanggil. Ketika ditanya kapan siap
kerja, kami menjawab hari senin depan, sesuai kesepakatan kami berempat sebelum
interview tadi. Senin depan itu juga adalah hari
tes kedua di lab yang kemarin ku lamar.
Hari senin itupun tiba, di hari itu kami masuk kerja untuk pertama kalinya di lab ini. Lab ini dilengkapi dengan kamera CCTV. Pergerakan kami terbatas dan kami tidak menggunakan hp sama sekali karena takut kena teguran. Maka pada jam istirahat aku baru bisa menelepon bapak alumni pemilik lab. Aku meminta maaf atas pengunduran diriku dari tes kedua karena tidak mendapat izin dari orang tua. Dari nada suaranya terdengar bapak itu memaklumi dan dengan bijak beliau bilang "Tidak apa-apa, nak".
Hari senin itupun tiba, di hari itu kami masuk kerja untuk pertama kalinya di lab ini. Lab ini dilengkapi dengan kamera CCTV. Pergerakan kami terbatas dan kami tidak menggunakan hp sama sekali karena takut kena teguran. Maka pada jam istirahat aku baru bisa menelepon bapak alumni pemilik lab. Aku meminta maaf atas pengunduran diriku dari tes kedua karena tidak mendapat izin dari orang tua. Dari nada suaranya terdengar bapak itu memaklumi dan dengan bijak beliau bilang "Tidak apa-apa, nak".
Bersambung….