Dua Kata Selamat untuk Anda, Selamat Datang dan Selamat Membaca

Senin, 11 Agustus 2014

Merantau

Adalah perginya seseorang dari tempat asal dimana dia tumbuh besar ke wilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman. Merantau seperti sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Indonesia, tidak terhalang umur maupun jenis kelamin bagi mereka yang sudah siap untuk mengadu nasib di tanah orang.  Kalau ada banyak cerita tentang merantau atau bahkan sudah ada filmnya di layar lebar, maka inilah “Merantau” versiku.
Sekilas tentang saya (bagi yang belum kenal), nama saya Loresti. Saya salah satu manusia bumi yang berjenis kelamin perempuan dengan perawakan tubuh yang terbilang kecil namun punya semangat hidup yang besar. Insya Allah. Di pergantian usia ke 21, saya menyandang gelar baru dengan lulus kuliah di suatu perguruan tinggi di Jakarta. Kemudian sama seperti anak muda seusiaku, setelah lulus kuliah aku berencana untuk langsung melamar pekerjaan.
Namun setelah wisuda aku harus mengurungkan niatku untuk langsung menaruh lamaran kerja, karena harus memenuhi keinginan mamaku untuk ikut mudik ke Ngawi, Jawa Timur dalam rangka mengunjungi nenekku. Tiga hari sudah aku dan keluargaku tinggal di kampung halaman mama (rumah nenek) dan kami memutuskan untuk segera pulang mengingat adikku tidak bisa izin sekolah lebih lama lagi. Keesokan harinya setelah sampai di rumah, aku pun langsung membuka netbookku dan mulai membuat surat lamaran kerja. Mengingat teman-temanku sudah start duluan maka akupun bergegas. Selain surat lamaran aku juga membuat daftar riwayat hidup (CV terbaru) serta menyiapkan fotocopy berkas-berkas sebagai pelengkap lamaran kerjaku. Sesuai dengan jurusan kuliahku, aku melamar sebagai teknisi gigi di beberapa lab gigi di Jakarta.
Saat mengurus kelengkapan berkas surat lamaran kerja, aku mendapat kabar dari dosen kampus dan teman-temanku seputar di bukanya pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2013. Pada awalnya aku tidak berminat mendaftar menjadi CPNS. Aku teringat kata-kata seorang guruku saat di bangku sekolah dulu, beliau berkata, “Jangan mau jadi pegawai negeri, tidak enak  terikat Negara, lebih baik jadi pengusaha saja, bebas dan lebih banyak uangnya.” Maka ketika teman-temanku menyiapkan berkas untuk pendaftaran CPNS, aku tidak ikut-ikutan, aku lebih fokus melamar kerja di lab gigi swasta.
Seminggu sudah waktu berlalu dari hari besarku itu (wisuda), aku belum menaruh lamaran dimana-mana. Kemudian dari kampus menawarkan lowongan kerja untuk di salah satu lab milik alumni. Bersamaan dengan itu, akupun segera membuat beberapa rangkap lamaran kerja. Satu rangkap aku peruntuhkan untuk lab yang ditawarkan oleh kampus dan beberapa rangkap yang lain  aku sebarkan melalui temanku yang juga ingin pergi menaruh lamaran di lab-lab. Aku dan teman-teman yang tertarik ingin melamar di lab milik alumni tadi langsung mencoba melamar di sana. Salah satu dosen kami menganjurkan untuk menaruh lamaran langsung disana yang artinya tidak diwakilkan. Kamipun sama-sama berangkat ke sana. Kami naik motor beriringan sambil mencari alamat lab tersebut. Sesampainya kami langsung disambut oleh pemilik lab tersebut yakni alumni/senior kami.
Beliau langsung mengajak kami bicara seputar pekerjaan. Beliau memberi kami kesempatan untuk bertanya, terutama soal hari/jam kerja, banyaknya pekerjaan dan jarak tempuh rumah kami ke labnya. Setelah itu, kami langsung dites oleh beliau, semacam tes interview tertulis. Ada soal tentang kepribadian, tes gambar gigi, dan soal peminatan bidang gigi. Kamipun mengerjakannya hingga batas waktu yang ditentukan. Kemudian kami pamit pulang. Sebelum pulang bapak itu berpesan untuk tes kedua akan diadakan minggu depan, mungkin bapak ini memberi kami kesempatan untuk berfikir dari perbincangan diawal tadi.
Keluar dari kompleks perumahan bapak tadi, kami memutuskan untuk makan siang bersama terlebih dahulu. Pada saat makan sekilas kami membahas masalah lab tadi, apakah akan meneruskan datang di tes kedua atau mundur. Aku belum memberi keputusan saat itu karena aku harus berdiskusi dengan mama papaku.  Ternyata mama papaku tidak menyetujui aku bekerja di sana karena jauh dari rumah. Mama papaku juga tidak mengizinkan bila aku harus kost di sana. Mama papaku malah menyarankan aku untuk ikut pendaftaran CPNS dan menyuruh aku segera menyiapkan berkas-berkas pendaftarannya. Oleh karena itu, aku berniat mundur baik-baik dengan memohon maaf kepada bapak pemilik lab tersebut via telepon di hari tes kedua berlangsung.
Seperti yang diperintahkan mama papaku, keesokan harinya aku mengurus berkas syarat-syarat CPNS. Waktuku terasa begitu singkat karena harus mondar-mandir mengurus berkas. Yang parahnya KTP dan KK ku juga bermasalah, ini yang menambah lebih banyaknya waktu dan tempat yang harus dikunjungi. Mendekati hari tes kedua di lab milik alumni kemarin, aku mendapat telp panggilan interview dari lab lain yang lokasinya lebih dekat dari rumah. Setelah aku bertanya pada mama, mama mengizinkan aku untuk ikut interview di sana. Ternyata tidak hanya aku, ketiga teman kuliahku yang sama-sama menaruh lamaran di lab ini juga dipanggil. Ketika ditanya kapan siap kerja, kami menjawab hari senin depan, sesuai kesepakatan kami berempat sebelum interview tadi. Senin depan itu juga adalah hari tes kedua di lab yang kemarin ku lamar.
Hari senin itupun tiba, di hari itu kami masuk kerja untuk pertama kalinya di lab ini. Lab ini dilengkapi dengan kamera CCTV. Pergerakan kami terbatas dan kami tidak menggunakan hp sama sekali karena takut kena teguran. Maka pada jam istirahat aku baru bisa menelepon bapak alumni pemilik lab. Aku meminta maaf atas pengunduran diriku dari tes kedua karena tidak mendapat izin dari orang tua. Dari nada suaranya terdengar bapak itu memaklumi dan dengan bijak beliau bilang "Tidak apa-apa, nak".

Bersambung….

Sabtu, 17 Mei 2014

Keluarga Kedua di Pulau Sebrang


Tidak pernah terpikir olehku untuk merantau setelah lulus kuliah. Kini aku bekerja jauh sekali dari rumah, dari keluarga dan dari teman-temanku. Saat ini aku berada di Pulau Sulawesi, tepatnya di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukotanya Makassar. Aku bekerja sebagai teknisi gigi di suatu rumah sakit milik pemerintah pusat (Kemenkes RI) yang terletak di daerah Daya, Makassar. Selain itu, sekarang aku pun memiliki alamat tempat tinggal baru, rumah keduaku di pulau orang ini.
Kota Makassar, Prov. Sulawesi Selatan.
Aku tinggal bersama sebuah keluarga besar  berdarah campuran Bugis-Makassar. Rumah ini milik keluarga Kakek Haji Nompo.

Keluarga ini pun sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri, seperti mereka menganggapku sebagai keluarganya. Keluarga ini terdiri dari kakek haji, nenek haji, satu anak perempuan dan satu anak laki-lakinya. Di belakang rumahnya, tinggal anak laki-lakinya yang sudah menikah dan memiliki satu anak laki-laki. Sebenarnya kakek dan nenek haji memiliki 8 orang anak, namun tinggal 2 orang anaknya di rumah yang belum menikah. Anak perempuannya sangat akrab denganku dan sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Namanya Raoda, biasa ku panggil ka oda. Ka oda cantik dan baik sekali, membuat aku ingin seperti dia. Cantik luar dan dalam. Dari ka oda pun aku banyak belajar baik dari cara bersikap maupun cara merawat diri.

Selama kurang lebih 2 bulan aku tinggal di rumah ini, aku merasa seperti tinggal di rumah sendiri. Mungkin karena kebaikkan kakek, nenek, ka oda dan semua anggota keluarganya membuatku merasa nyaman tinggal disini bersama mereka. Aku diperlakukan layaknya anak oleh kakek dan nenek. Aku di beri banyak nasihat/wejangan, perhatian, makan, tempat tidur dan hak lainnya layaknya di rumah sendiri.  Selain itu, oleh ka oda dan kakak-kakak yang lain aku diperlakukan layaknya adik, anggota keluarga. Aku juga mendapat nasihat dan perhatian dari mereka. Bahkan untuk pernikahan anak laki-lakinya nanti, aku juga dijahitkan baju seragam untuk acara pesta tersebut, menandakan aku juga bagian dari keluarga bahagia ini. Aku merasa begitu bersyukur memiliki mereka di pulau yang asing ini. Yap, di sini mereka keluargaku dan ini rumah keduaku.
Namun bulan besok aku sudah harus pindah dari rumah ini.  Aku harus belajar hidup mandiri. Insya Allah aku akan kost di salah satu rumah kost putri dekat area rumah sakit tempat aku bekerja. Dengan biaya kost 350rb perbulan aku mantapkan diri untuk mulai hidup mandiri disana.  
Beberapa hari sebelum pindah kakek berpesan padaku, jika aku merasa tidak nyaman dengan kondisi atau teman kostku nanti aku disuruh kembali ke rumah ini. Kakek juga berpesan, jika ada yang bertanya adakah keluargamu di sini, bilang kalau kami keluargamu supaya tidak ada orang berani macam-macam padamu.
Kakek, nenek, dan seluruh anggota keluarganya telah mengajarkanku banyak hal, terutama tentang keikhlasan dan kemurahan hati. Sungguh berat meninggalkan keluarga ini, rumah ini, yang sudah masuk mengisi kehidupan serta hari-hariku. Namun aku harus tetap pada keputusan awalku untuk belajar hidup mandiri, seperti amanah dari kedua orang tuaku.
Subhanallah walhamdulillah, ketika aku terpisah dari keluargaku, Allah hadirkan keluarga kedua untukku di pulau ini. Sungguh tak terdustakan nikmatMu ya Allah..