Dua Kata Selamat untuk Anda, Selamat Datang dan Selamat Membaca

Selasa, 20 Maret 2012

Ke Rumah Embah



Lebaran hampir tiba, saatnya mudik bagi yang sudah rindu akan suasana kampung halamannya..

Liburanku yang sudah berbulan-bulan ini pun membuat ku lelah, liburan ala jakarta yang sudah sering kurasakan, kini saatnya merasakan suasana liburan dari madani yang berbeda. Berharap akan ada pengalaman baru yang ku dapat di sana nanti.


MUDIK...
Berbagai persiapan pun telah dilakukan dari mulai mengemasi baju sampai mengemasi ikan. (Ikan?) Yap, maklumlah adekku yang satu ini sangat sayang pada ikan cupangnya dan wajib dibawa, bila kami bepergian jauh.
Beres-beres udah, emmmm apalagi ya? Oh iya, oleh-oleh untuk embah dan saudara di desa. Semoga mereka suka, kalo ga ya harus suka. (lho?) hahaha . Rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu mereka semua. Yah, walaupun kalo mengenang dan meresapi perjalanan normal Jakarta - Ngawi kurang lebih 16 - 18 jam, jadi lemes juga hahaha.
Mudik kali ini aku bersama mama, dan ketiga adekku, sedangkan papa akan menyusul nanti jika pekerjaannya telah usai. Maka kami terpaksa naik bus. Semangat,16 jam bentar kok! (hxhxhx)


31-08-2010
Hariku dimulai saat sahur dan tidak ada kata tidur lagi untuk hari yang satu ini. Inilah hari keberangkatan kami ke rumah embah. Walaupun sudah dari jauh hari kami mempersiapkan barang bawaan, namun tetap saja masih ada yang kurang. Setelah semua beres....hup, kami pun berangkat ke Pulll bus. Rosalia Indah bernomor seri 206, keberangkatan pukul 14.10, akan mengantar kami menuju rumah Embah.
Jalan...
Adios jakarta...
Aku hanya pergi sebentar...
Tak banyak yang dapat kami lakukan selama di bus. Hanya bercanda, ketawa-ketiwi, ngobrol, nyanyi dangdut (ikut-ikutan abang supir) bareng adek-adekku ini. Sekilas aku salut banget sama adek-adekku ini, mereka kuat berpuasa. Padahal sempat sebelumnya mereka bilang ga kuat puasa. Bagus dek, good job!


01-09-2010
Keesokkan harinya...
Pukul 05.00 kami sudah memasuki wilayah ngawi.
Sampe deh...
Eits, tapi rumah embah yang berada di desa Majasem di kaki gunung Lawu, Ngawi, Jawa Timur tidak mudah dicapai. Perlu menyewa angkutan desa (Andes) untuk sampai ke sana dari terminal tempat kami turun dari bus tadi. Terminal - Rumah Embah pun menambah waktu perjalanan 1 jam lagi.
Satu jam di angkutan desa ini pun begitu saya nikmati. Mengamati keadaan sekitar mulai dari hamparan hijau nan asri hingga hiruk-pikuk warga di kala pagi. Ada yang bekerja di sawah, berangkat sekolah, berjualan di pasar dadakkan, menyapu halaman rumah, menjemur padi, jagung, kayu bakar, serta daun-daunan untuk pakan ternak. Begitu sibuk padahal matahari baru terbit.  Bernafas pun jadi bagian yang penuh saya syukuri. Tidak seperti di Jakarta, saya bernafas irit-irit karena polusi dimana-mana. Di desa ini saya bisa bernafas bebas tanpa resistor yang biasa saya temui, menghirup segarnya udara pegunungan yang dingin seolah mencuci otak saya hahaha, berlebihan ya? Namun, kaget juga, saat pukul 05.00 tadi masih gelap, tapi pukul 05.30 matahari sudah seterang pukul 07.00 di jakarta. Wow, fajar begitu cepat menyingsing dan hilanglah kesempatan ibadah wajib pagi ini.

Pukul 06.00, akhirnya sampai di tanah kelahiran mama, di rumah embah. Embah yang melihat kedatangan kami pun serentak jatuh dalam lembah keharuan. Mungkin karena embah sudah hampir setahun ini hidup sendiri semenjak kepergian embah yang satu lagi (alm. suaminya). Sejak itu, terkadang ia ditemani oleh keponakannya yang umurnya tak jauh beda dengan adikku.
Setelah temu kangen yang cukup singkat tadi, mandi ah...
Keluarin baju ganti, handuk, alat mandi dari tas sambil lemes-lemes capek...
Jalan ke kamar mandi, mata masih ngantuk...
Tutup pintu pelan,
Buka baju sambil nguap,
Ngegayung air nyantai,
Nyiram tanpa pikir panjang...
Weddehh sambil loncat-loncat kedinginan...
Dingin amat airnya...
Parah nampol banget dinginya, ampe melek gini...
Langsung semangat 100% tanpa ngantuk atau lemes lagi...
Air di rumah embah ternyata berasal langsung dari sumber mata air gunung lawu ini. Pantas saja, dinginnya hampir mengalahkan kulkas di rumah. hahaha. Sehabis mandi, aku bermain dengan kambingnya embah. Kambing? Habis, semua orang sibuk, tidak ada yang mengajak ku bermain atau ngobrol minimal. Adek-adekku pun sudah kembali bertemu dengan teman-teman sepermainannya. Sedangkan aku? Kakak sepupu atau tetangga yang biasanya ngajak aku main selama liburan di desa juga ga ada. Entah mereka kemana? Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Maka sekarang pun aku sibuk dengan kambing-kambing ini. hxhxhx

Sinar matahari makin menyengat
Tanda hari makin siang
Udara dingin bertahan ketat
Tak mau kalah bersaing
Sehingga atmosfer di desa ini pun 50:50. Walau udaranya dingin dan sejuk, matahari tetap bersinar terik. Fenomena alam inilah yang menyebabkan warna kulit kita menjadi cepat hitam dan saya semakin menghitam seiring waktu.
Adzan dzuhur pukul 12.30.
Adzan ashar pukul 16.30.
Siang terasa begitu lama, padahal baru sehari di sini tapi aku merasa sudah lama, mungkin karena aku sendiri tak kerasan (betah).

Desa ini sepi sekali, hampir tidak ada anak yang seumuran aku. Hanya ada orang tua dan anak-anak kecil. Sedangkan para remajanya disinyalir sedang merantau / mengadu nasib di kota-kota besar, seperti Jakarta. Dan beberapa remaja wanita seumuran aku (baru lulus SMA atau belum) sudah berkeluarga dan memiliki anak. Sehingga mereka pun terjebak kesibukan dan tak bisa aku ajak main hxhxhx. Belum lagi masalah bahasa. Aku tidak begitu mahir berbahasa jawa. Bila ada yang berbicara, aku mengerti tapi belum bisa menjawab. Sayangnya jika aku menjawab dengan bahasa Indonesia, tidak semua mengerti apa maksudku. Termasuk embah juga tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga mama harus menjabat sebagai translater sejatiku. Oleh sebab itu, aku hanya bisa berkomunikasi dengan anak sekolah, sebab mereka belajar bahasa Indonesia di sekolahnya.

Hari pertama di rumah embah ini banyak cerita.
Sore hari pun tiba...
Pukul 17.30 saatnya berbuka...
Lebih cepat dari Jakarta, dan bisa santai-santai dulu sebelum kita bersama menuju langgar (masjid kecil) untuk shalat tarawih.
Adzan isya pukul 19.00.
Mari kita shalat !
Tarawih di desa ini dilaksanakan 23 rakaat, 20 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir. Pelaksanaanya sendiri sama seperti shalat tarawih biasanya, 2 rakaat salam dan begitu seterusnya. Yang berbeda adalah speed (kecepatan) nya. Semua bacaannya dilafalkan cepat semua atau kalau bahasa jawanya "di boco banter kabeh." Ga ada lagi kata 'alon-alon' di sini hahaha.

Akan saya coba praktekkan...
•    Niat
•    Allahu Akbar
•    Al fatihah (dalam 1 nafas)
•    Surat pendek (dalam 1 nafas juga)
•    Allahu Akbar (ruku*)
•    Sami Allahuliman hamiddah (iktidal*)
•    Allahu akbar (sujud*)
•    Allahu akbar (duduk di antara 2 sujud*)
•    Allahu akbar (sujud*)
yang bertanda * tanpa bacaan.
Begitu seterusnya hingga selesai. Kurang dari 1 jam untuk 23 rakaat selesai wow..
Benar-benar cepat hingga aku dan mama kewalahan mengikutinya. Sempat terlintas dipikiranku apakah tidak ada orang tua yang encok-encok / pegel-pegel ya? Padahal kebanyakkan jemaahnya adalah kakek-nenek yang sudah berusia lanjut. Namun, mereka semua tidak ada yang mengeluh, malah semangat sekali dalam mengerjakannya. Sungguh luar biasa kemurahan Allah bagi mereka yang mau beribadah.

Kebiasaan warga desa ini setelah shalat tarawih adalah menyanyikan lagu pujian untuk Allah SWT dan Rasul Allah, Nabi Muhammad SAW. Lagu pujian tersebut berlirik bahasa jawa dan berirama khas jawa. Selanjutnya ada pembagian makanan ringan, yang sepertinya berasal dari sumbangan warga-warga sekitar. Benar-benar indah kebersamaan di desa ini.
Pulang pergi tarawih benar-benar mencekam.  Bagaimana tidak, penerangan di desa ini masih kurang sekali. Jalan raya yang gelap gulita, hanya dibantu oleh lampu rumah warga yang rasanya masih kurang, karena rumah-rumah di desa ini kebanyakkan agak menjorok ke dalam, sehingga sinar lampunya tak mampu menerangi jalan. Dan setiap rumah mungkin hanya menghidupkan 1-2 lampu saja. Gelap!
Pukul 20.00 sampai di rumah embah. Suasana sekitar sudah sepi, tak ada orang yang berkeliaran, suara bisingan motor hampir tak ada. Lampu-lampu sekitar pun sudah meredup.
Pukul 21.00 benar-benar senyap. Tanpa sadar semuanya telah tersapu indahnya alam mimpi kecuali aku yang masih asik menulis. Aku yang biasanya tidur lewat dari pukul 00.00 harus tidur seawal ini. Tapi mau bagaimana lagi? Akhirnya aku pun ikut tersapu dalam kesenyapan angin malam.










Tidak ada komentar: